Sabtu, 27 Maret 2010

Apa sih jenis tugas Abdi Dalem pada masa pemerintahan Hamengkubuwono X?

A.2. Abdi Dalem Masa Pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono X
Hamengkubuwono IX


meninggal dunia bulan Oktober 1988, ia digantikan Pangeran Mangkubumi putera tertua dari 16 anak laki-laki kemudian dilantik sebagai Sultan Hamengkubuwono X. Sri Sultan Hamengkubuwono X menyandang tiga substansi yang bersumber dari makna Hamangku, Hamengku, dan Hamengkoni.
Makna hamangku diaktualisasikan dengan membebaskan hati dengan lebih banyak memberi daripada menerima (hakikat berbudi bawa laksana). Hamengku mengandung makna ngemong (hangrengkuh), melindungi tanpa membeda-bedakan golongan keyakinan dan agama (hakikat ambeg adil paramarta). Hamengkoni mengandung makna pengayom yang siap berdiri paling depan menjadi anutan dan tampil mengambil tanggung jawab dengan segala resikonya atau ing ngarso sung tulodho.
Sistem pemerintahan di Kraton Ngayogyakarta dari Hamengkubuwono IX sampai Hamengkubuwono X pada dasarnya banyak kesamaan, karena yang dijalankan bentuk pemerintahan generatif secara turun-temurun. Berbeda sekali dengan pemerintahan moderat seringkali terjadi perubahan organisasi pemeritahannya.
Jika dibandingkan antara pemerintahan Hamengkubuwono IX dan Hamengkubuwono X banyak sekali persamaannya. Baik pada organisasi pemerintahannya maupun tugas dari Abdi Dalem banyak terdapat kesamaan. Sedangkan perbedaannya terletak pada masa Hamengkubuwono X yang memperbolehkan Kraton untuk menerima Abdi Dalem Keprajan. Jadi masa Hamengkubuwono X ada tiga jenis Abdi Dalem Kraton menurut jenis dan tugasnya, yaitu :
1. Abdi Dalem Punokawan
Yaitu Abdi Dalem yang berasal dari rakyat biasa bukan pegawai Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta, yang sengaja ingin mengabdikan diri pada Sri Sultan dan Kraton Ngayogyakarta.
2. Abdi Dalem Keparak
Yaitu Abdi Dalem perempuan yang umumnya menunaikan kewajibannya di Kraton Kilen (Keputren).
3. Abdi Dalem Keprajan
Yaitu Abdi Dalem yang berasal dari pegawai pemerintah provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Abdi Dalem Keprajan ini terbagi dalam dua bagian. Pertama Abdi Dalem Keprajan Aktif yaitu Abdi Dalem Keprajan yang masih aktif di Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta namun sesekali bertugas di Kraton Ngayogyakarta, misalnya : Wali Kota Kodya Yogyakarta dan Bupati Gunung Kidul. Kedua Abdi Dalem Keprajan Caos Bekti yaitu Abdi Dalem Keprajan yang sudah pension dari Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta tetapi menunaikan kewajiban sowan bekti setiap selang 12 hari pada jam 09.00-12.00.
Abdi Dalem Keprajan yang masih aktif bekerja dan yang sudah pensiun ketika pertama kali bekerja di Kraton pangkatnya Wedono tanpa mengawalinya dengan proses magang. Khusus untuk Anggota Polri dan TNI, ketika sudah menjadi Abdi Dalem pangkatnya disamakan dengan Peawai Negeri Sipil.
Jam kerja Abdi Dalem Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat mempunyai perbedaan dengan masa pemerintahan Hamengkubuwono X membuka Kraton untuk dunia luar, maka banyak wisatawan dalam dan luar negeri yang berkunjung ke Kraton. Bagian tepas pariwisata yang semula buka jam 09.00 dan tutup jam 14.00 WIB, kalau ada pengunjung tetap melayani pengunjung sebagai guide sementara kantornya sudah tutup. Abdi Dalem guide di Kraton berbeda dengan guide yang berada ditempat wisata pada umumnya, karena kebanyakan mereka memandu pengunjung dengan penuh ikhlas tanpa mengharap imbalan. Pengunjung yang memberi uang tip untuk Abdi Dalem guide maka mereka akan menerima apa adanya tanpa meminta tambahan lagi. Semua itu karena pengabdian yang tulus, walaupun mereka harus mendapat tambahan jam kerja.
Besar Gaji Abdi Dalem Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat menyesuaikan situasi dan kondisi perkembangan zaman, Sri Sultan mengeluarkan peraturan kenaikan gaji Abdi Dalem walaupun masih belum sesuai UMR. Pada hakekatnya kenaikan gaji ini nilainya sama dengan masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono IX hanya perbedaan zamannya saja. Secara moral ini menjadi wujud perhatian Sri Sultan kepada Abdi Dalem yang mengabdi di Kraton. Gaji untuk Abdi Dalem diperoleh dari sumber dana yang berasal dari subsidi pemerintah, hasil pariwisata, dan usaha-usaha Kraton (pabrik gula, pabrik rokok, hotel dan lain sebagainya). Bagi Abdi Dalem yang bekerja setiap hari di tepas mendapat gaji bulanan tetap dari Kraton. Termasuk di dalamnya Abdi Dalem yang bekerja di sekretariat KHP, tepas dan caos. Selain itu juga ada Abdi Dalem Koncobiru yang setiap hari berangkat dan pekerjaannya membersihkan lingkungan Kraton. Ada juga gaji harian yang diperoleh Abdi Dalem bagian tepas pariwisata yang bertugas sebagai pemandu wisata. Ini tergantung jumlah wisatawan yang dipandu setiap harinya. Sistem gaji berupa pemberian sejumlah uang bagi Abdi Dalem yang mendapat tugas sebagai utusan dari Kraton seperti menerima dan melayani tamu Sri Sultan baik yang datang secara individu maupun rombongan, sebagai utusan Kraton dalam pameran kesenian dan budaya serta menjadi utusan Kraton dalam ajang kesenian dan budaya baik dalam maupun luar negeri. Masa Hamengkubuwono X juga ada pengupahan yang bersifat insidental. Sesuai kebijakan Sri Sultan yaitu naik haji bagi Abdi Dalem atas biaya Kraton. Jika diperhatikan secara umum sistem pengupahan di Kraton hampir sama dengan pemerintahan modern tetapi penerapannya lebih sederhana. Artinya gaji pokok tidak sesuai dengan jumlah UMR yang diterapkan pemerintah. Ini karena pengabdian terhadap Sultan lebih diutamakan dibanding orientasi komersial. Pembagian gaji pokok dari Kraton "paring dalem" untuk kerabat Kraton dan Abdi Dalem setiap bulan disesuaikan dengan jenjang kepangkatan atau gelar.
Pangkat Abdi Dalem Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat setelah pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono X, kenaikan pangkat Abdi Dalam ditentukan tiga tahun sekali untuk Abdi Dalem yang bertugas di tepas (kantor) dan lima tahun sekali untuk Abdi Dalem caos (piket). Selain itu diikuti dengan persyaratan dari Abdi Dalem itu sendiri yang memiliki kriteria seperti rajin bekerja, tekun dan berprestasi. Mengenai kenaikan pangkat terdapat kesamaan antara Hamengkubuwono IX dan Hamengkubuwono X, yaitu ada dua system kenaikan yang tetap (reguler) berupa kenaikan yang didasarkan pada bektinya terhadap pekerjaan Kraton. Serta kenaikan yang special yaitu kenaikan yang diperoleh karena pemberian Sri Sultan, dimana Abdi Dalem tersebut rajin bekerja sehingga membuat Kraton menjadi kenaikan pangkat: maju. Sedangkan kenaikan yang lain diberikan terhadap Abdi Dalem yang cacat tapi masih mau mengabdi di Kraton. Kepercayaan mengabdi terhadap Kraton membuat banyak orang berminat bekerja sebagai Abdi Dalem. Mereka yakin lingkungan tempat tinggal mereka tidak bisa merubah kehidupan sosial ekonomi mereka, namun yang menyebabkan terjadinya perubahan pada Abdi Dalem adalah setelah mereka bekerja sebagai Abdi Dalem di Kraton. Mengenai Abdi Dalem masa pemerintahan Hamengkubuwono X sebenarnya hampir sama dengan Abdi Dalem masa pemerintahan Hamengkubuwono IX. Selain pemberian kenaikan pangkat, pada pemerintahan Hamengkubuwono X juga melakukan penghentian terhadap Abdi Dalem. Hal ini belum pernah dilakukan oleh pemerintahan sebelumnya. Adapun Abdi Dalem yang dikeluarkan pada Hamengkubuwono X adalah Pocot Abdi Dalem melakukan kesalahan yang besar, Miji tumpuk Abdi Dalem yang dikeluarkan karena berbuat kesalahan, dimana jarang masuk tetapi masih tercantum namanya dan pangkatnya tidak naik serta Miji mulyo Abdi Dalem yang tidak masuk kerja di Kraton tetapi masih mendapat gaji. Misalnya Abdi Dalem yang telah lanjut usia.
Tempat tinggal Abdi Dalem Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat tinggal diluar tanah Kraton. Tanah Kraton hanya ditempati oleh Abdi Dalem keturunan kerabat Kraton (darah biru). Berkaitan dengan tempat tinggal Abdi Dalem pada pemerintahan Hamengkubuwono X ada pemberian tunjangan berupa peminjaman hak pakai tanah milik Kraton (tanah magersari), bahkan dapat pula diberikan hak pemilikan tanah namun harus didahului dengan surat permohonan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar